Skip to main content
Ilustrasi Laporan Keuangan

Analisa Kelayakan Syariah Pada Aspek Kesehatan Keuangan Usaha

Seorang pebisnis syariah seharusnyalah memiliki kemampuan analisa kelayakan aspek ekonomi dan keuangan perusahaan. Kemampuan analisa inilah yang dapat membantunya mengetahui apakah sebuah usaha sehat secara finansial ataukah malah sakit.

DAFTAR ISI

Informasi Umum Pada Laporan Keuangan

Secara umum informasi yang bisa diperoleh dari 3 laporan keuangan utama perusahaan dapat dijelaskan sebagai berikut:

Laporan Laba (Rugi)

Pada laporan laba (rugi), owner bisa memperoleh informasi tentang sumber-sumber pemasukan dan alokasi pengeluaran dana perusahaan dari aktivitas operasi usaha perusahaan.

Pada laporan ini biasanya tidak bisa diperoleh informasi pengeluaran dalam bentuk investasi aktiva tetap atau aktiva bergerak, juga pembayaran utang-utang investasi.

Informasi utama yang ingin disampaikan oleh laporan ini sebagaimana namanya adalah tentang kondisi laba (rugi) perusahaan pada periode waktu tertentu.

Neraca Usaha

Iklan Afiliasi

Neraca usaha (ballance sheet) menggambarkan tentang posisi keuangan perusahaan (statement of financial position) yaitu berupa keseimbangan dari jumlah harta kekakayaan perusahaan terhadap kewajibannya.

Rumus umumnya adalah Asset = liabilitas + ekuitas. Artinya keberadaan asset perusahaan adalah akibat dari adanya penanaman modal pemilik dan atau melalui hutang dalam menjalankan usaha.

Liabilitas (bahasa Inggris: liability) adalah utang yang harus dilunasi atau pelayanan yang harus dilakukan di masa datang pada pihak lain. Liabilitas adalah kebalikan dari sesuatu yang dimiliki. Ekuitas adalah modal pemilik usaha.

Dari laporan ini kita dapat mengetahui size (ukuran) perusahaan. Karena neraca menggambarkan berapa banyak jumlah aktiva yang dimiliki, piutang usaha, kas lancar perusahaan, peralatan dan lain-lain yang menggambarkan ‘kekayaan’ perusahaan.

Sedangkan pada sisi yang lain memberikan informasi tentang keberadaan jumlah utang usaha, modal pribadi pemilik usaha, stok barang yang masih tersisa, laba yang belum dibayar, gaji yang belum dibayar dan lain-lain yang menggambarkan kewajiban yang harus dikeluarkan dan modal usaha.

Perhatian para shariapreneur pada neraca ini adalah menganalisa keberadaan kekayaan dan juga kewajiban perusahaan. Misalnya masih berapa banyak sisa utang perusahaan.

Kemudian dengan melihat kemampuan dari sisi harta kekayaan perusahaan apakah utang tersebut tersebut bisa diselesaikan? Atau strategi apa yang harus dilakukan agar perusahaan dapat mengurangi jumlah kewajiban-kewajibannya.

Laporan Kas (Cashflow)

Laporan kas adalah laporan aliran kas yang terlengkap. Karena laporan ini seharusnya mencatat seluruh dana yang masuk (Cash In) dan juga seluruh dana yang keluar (Cash Out). Dari laporan ini owner dapat melihat perputaran uang perusahaan secara keseluruhan.

Sehat tidaknya perputaran uang perusahaan dapat diketahui disini. Bahkan, seberapa banyak pengaruh menurunnya penjualan dapat diprediksi jika memiliki data pada laporan cash flow ini.

Analisa Tanmiyatul Maal (Pengembangan Harta)

Kemampuan Pengembangan Harta (KPH)

Salah satu cara pengembangan harta yang dibenarkan Islam adalah dengan cara berbisnis. Pengembangan harta adalah bertambahnya jumlah harta yang diinvestasikan ke dalam sebuah usaha.

Untuk menilai apakah sebuah bisnis yang sedang berjalan atau akan dijalankan memiliki kemampuan dalam pengembangan harta dapat diukur berdasarkan indeks keuntungan yang mampu diperoleh oleh bisnis tersebut di akhir umur investasinya.

Dengan kata lain, harus diukur berdasarkan periode waktu tertentu seberapa besar bisnis tersebut dapat bertambah dari nilai investasinya.

Metode yang dapat digunakan adalah dengan membandingkan nilai akhir harta kekayaan usaha pada suatu periode dengan nilai investasi awalnya. (KPH = Hn/H0 > 1).

Nilai yang dibandingkan adalah antara total penerimaan dari pihak pemodal dengan jumlah modal yang diinvestasikannya.

Total penerimaan pemodal adalah pengembalian modal ditambah dengan jumlah total bagi hasil pemodal. Informasi keuangan yang dibutuhkan adalah dari Laporan Laba (Rugi) Usaha.

Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut:

Modal Investasi Awal untuk usaha berikut adalah Rp 682.316.050,-

Tabel 1. Laba (Rugi) Usaha xxxx (dalam ribuan rupiah)

Tabel 1 Laba Rugi Usaha xxxx dalam ribuan rupiah

Nilai Kemampuan Pengembangan Harta Pemodal:

KPH = Total Penerimaan Pemodal (modal+bagi hasil) / Total Investasi
KPH = 1.652.459.000 / 682.316.050,- = 2,42
Nilai KPH > 1; Finansial Usaha LAYAK.

Harapan Perolehan Laba (HPL)

Iklan Afiliasi

Syariah telah melarang riba dalam bentuk apapun. Untuk itu nilai bunga Bank (i) tak dapat dijadikan standar dalam penilaian layak atau tidak keuangan sebuah bisnis.

Syari’ah menuntut kita untuk memperoleh nilai materi (qimmah maadiyah) dalam perdagangan. Dalam bisnis kita diperbolehkan untuk mengharapkan dan mencita-citakan keuntungan (laba). Oleh karenanya, harapan akan suatu nilai laba dapat dijadikan sebagai suatu standar nilai kelayakan finansial sebuah usaha yang akan dijalankan.

Harapan perolehan laba ini, dapat berasal dari kesepakatan bersama antara pemodal dan pengelola usaha. Dan dapat juga hanya berasal dari pihak pemodal.

Sebab sebuah proposal usaha diajukan kepada pihak pemodal agar mereka mau membantu permodalannya, maka pihak pemodal dapat saja menetapkan suatu standar nilai keuntungan, yang dengannya pemodal bersedia memberikan modalnya.

Dengan demikian maka Harapan Perolehan Laba dari Investor (HPLI) merupakan sesuatu yang logis untuk diterapkan. Penilaiaannya adalah dengan rumus berikut:

HPL = HPL ≥ HPLI ; Layak

Contoh perhitungannya:

Mengambil contoh kasus pada penilaian KPH di atas karena data informasi keuangan yang diperlukan juga berasal dari Laporan Laba (Rugi) perusahaan.

Jika seorang investor memiliki harapan pengembangan harta dengan nilai pertambahan 10% pertahun maka dalam lima tahun HPLI nya adalah 50%.

Nilai ini menjadi standar untuk mengukur apakah usaha yang sedang berjalan atau akan dijalankan dapat memenuhi harapan pengembangan harta dari pemodal tersebut.

HPL = (Total Bagi Hasil Pemodal- Total Investasi) / Total Investasi x 100%
HPL = (1.652.459.000-682.316.050)/682.316.050,- x 100%
HPL = 970.142.950,- / 682.316.050,- x 100%
HPL = 142,18%
HPL (142,18%) > HPLI (50%); Usaha LAYAK.

Berdasarkan perhitungan di atas usaha yang dijalankan mampu memenuhi harapan perolehan laba yang diinginkan pemodal. Dalam lima tahun usaha mampu mengembangkan kepemilikan pemodal sampai dengan lebih dari 142%.

Analisa Sirkulasi Uang

Analisa sirkulasi uang adalah analisa terhadap perputaran uang kas perusahaan. Beberapa metode analisa tentang sirkulasi uang kas perusahaan dapat dilakukan dengan
melihat kondisi kas pada laporan cash flow.

Arus kas (Cash Flow) adalah gambaran sesungguhnya pengeluaran dan pemasukkan dari usaha yang dijalankan. Apabila arus kas selalu menunjukkan trend positif, artinya keuangan perusahaan dapat diduga dalam kondisi yang baik.

Trend positif pada arus kas juga menunjukkan bahwa kondisi saldo kas yang terus bertambah. Secara umum kondisi arus kas yang positif menunjukkan total seluruh pemasukkan perusahaan lebih besar daripada total keseluruhan pengeluarannya.

Meski demikian, aliran kas positif tidak selalu menunjukkan bahwa pendapatan usaha lebih besar dari pengeluaran usaha. Sebab dapat saja prosentase terbesar dari pemasukkan bukan dari pendapatan usaha melainkan dari sumber lain seperti hutang atau penambahan modal baru. Sehingga penilaian arus kas positif mesti diikuti dengan penilaian-penilaian lainnya.

Metode penilaian dan analisa atas cash flow sebagai berikut:

Cash Flow Power (CFP)

Adalah porsi nilai kemampuan arus kas perusahaan secara total. Penilaian ini untuk mengukur kemampuan total uang masuk (cash in) terhadap seluruh pembiayaan perusahaan (cash out). Pengukurannya dilakukan dalam satu periode kas (bulanan atau tahunan).

Cash Flow Power dikatakan baik jika bernilai lebih dari 100% pada setiap periode waktu yang diukur (CFP > 100%). Cara perhitungan;

CFP = (∑ Ci/∑ Co) x 100% > 100%

Contoh perhitungan;

Tabel 2. Laporan Cash Flow

Tabel 2 Laporan Cashflow Cash Flow Power CFP

CFP = (∑ Ci/∑ Co) x 100%
CFP = (92.750.000/85.240.000) x 100% = 109%

Kondisi cash flow berada diangka 109%, ini menunjukkan bahwa setiap pengeluaran 1 rupiah dapat dicover dengan total pemasukan senilai 1,09 rupiah. Artinya total pemasukan dapat mengcover 109% dari total pengeluaran.

Kondisi cash flow dikatakan baik.

Earning Power Capacitiy (EPC)

Adalah penilaian terhadap kapasitas atau porsi pendapatan dalam struktur total arus masuk kas (Cash In). Penilaian ini untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pendapatan (penjualan produk) perusahaan terhadap total pemasukkannya.

Pengukurannya dilakukan dalam satu periode kas (bulanan atau tahunan). Earning Power Capacity dikatakan baik jika bernilai lebih dari atau sama dengan 100% total pengeluaran (Co) pada setiap periode waktu yang diukur (EPC ≥ 100%).

Cara perhitungan;

EPC = (∑ ECi/∑ Co) x 100% ≥ 100%

Contoh perhitungan;

Tabel 3. Laporan Cash Flow

Tabel 3 Laporan Cashflow Earning Power Capacitiy EPC

Berdasarkan data di atas maka nilai earning power capacity nya adalah:

EPC = (∑ ECi/∑ Co) x 100%
EPC = (87.750.000/85.240.000) x 100% = 103%

Nilai EPC dari laporan cash flow di atas adalah 103%, artinya total pendapatan perusahaan dapat menutupi seluruh pengeluaran (cash out) perusahaan dan memiliki kelebihan 3%.

Operational Expense Capacity (OEC)

Iklan Afiliasi

Adalah penilaian terhadap porsi pengeluaran biaya operasional terhadap total arus kas keluar (Cash Out). Penilaian ini untuk mengetahui seberapa besar porsi beban pengeluaran operasional (biaya operasional) perusahaan terhadap total pengeluarannya (cash out).

Pengukurannya dilakukan dalam satu periode kas (bulanan atau tahunan). Operasional Expense Capacity dikatakan baik jika total expense operasionalnya sesuai dengan porsi struktur biaya yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

Model struktur keuangan yang dapat digunakan misalnya adalah 70:20:10. Dari total omzet (pendapatan) di bagi ke dalam 3 porsi keuangan yaitu:

  • 70% untuk biaya-biaya (operational expense)
  • 20% untuk saving dan pengembangan
  • 10% untuk laba diambil pemilik.

Berdasarkan struktur keuangan tersebut maka operational expense harus bernilai kurang dari atau sama dengan 70% pada setiap periode waktu yang diukur (OEC ≤ 70%).

Cara perhitungan;

OEC = (∑ OECo/∑ ECi) x 100% ≤ 70%

Contoh perhitungan;

Tabel 4. Laporan Cash Flow

Tabel 4 Laporan Cashflow Operational Expense Capacity OEC

Berdasarkan data laporan cash flow di atas, maka diperoleh nilai OECnya;

OEC = (67.240.000/87.750.000) x 100% = 77%

Dengan nilai tersebut maka total pengeluaran operasional masih dianggap belum baik, karena nilai OEC sebesar 77% > 70% (nilai standar).

Analisa Rasio Keuangan

Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)

Merupakan Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban finansial jangka pendek yang berupa kewajiban jangka pendek (short time debt). Rasio likuiditas ini dapat diukur dengan 3 jenis penilaian.

Adapun yang tergabung dalam rasio ini adalah:

Current Ratio ( Rasio Lancar)

Merupakan Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki, Current Ratio dapat dihitung dengan rumus :

Current Ratio = Aktiva Lancar/Kewajiban Lancar.

Aktiva lancar terdiri dari; seluruh dana kas dan persediaan.

Contoh:

Curent Ratio Tahun 2005 : = 1,04
Curent Ratio Tahun 2006 : = 1,05

Ini berarti bahwa kemampuan untuk membayar kewajiban yang segera harus dipenuhi dengan aktiva lancar, untuk tahun 2005 adalah setiap Rp. 1 kewajiban lancar dijamin oleh Aktiva lancar Rp. 1,04. untuk tahun 2006 adalah setiap hutang lancar Rp. 1 dijamin oleh Rp. 1,05 aktiva lancar.

Quick Ratio ( Rasio Cepat )

Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva yang lebih likuid. Quick Ratio dapat dihitung dengan rumus yaitu :

Quick Ratio = (Aktiva Lancar – Persediaan)/Kewajiban Lancar

Profitability Ratio

Ratio Profitabilitas yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba atau keuntungan, profitabilitas suatu perusahaan mewujudkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut.

Yang termasuk dalam ratio ini adalah :

Gross Profit Margin ( Margin Laba Kotor)

Merupakan perandingan antar penjualan bersih dikurangi dengan Harga Pokok penjualan dengan tingkat penjualan, rasio ini menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai dari jumlah penjualan.

Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu :

Gross Profit Margin = Laba kotor/Penjualan Bersih

Net Profit Margin (Margin Laba Bersih)

Merupakan rasio yang digunaka nuntuk mengukur laba bersih sesudah pajak lalu dibandingkan dengan volume penjualan.

Rasio ini dapat dihitung dengan Rumus yaitu :

Net Profit Margin = Laba Setelah Pajak/Penjualan Bersih

Earning Power of Total investment

Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan netto. . Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu :

Earning Power of Total investment = Laba Sebelum Pajak/Total aktiva

Return on Equity (Pengembalian atas modal)

Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan dari modal untuk menghasilkan keuntungan bagi seluruh pemilik modal, baik modal sendiri maupun modal syirkah. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu:

Return on Equity = Laba Setelah Pajak/Total Modal

 

Wallahu’alam bi ash-showwab

 

Sumber: eBook Standar Syariah Pada Aspek Keuangan Bag. 2 karya Ustadz Fauzan Al Banjari.

 

RuangMuamalah.id didukung oleh pembaca. Kami dapat memperoleh komisi afiliasi ketika Anda membeli melalui tautan di situs web kami. Komisi afiliasi ini kami gunakan untuk pengelolaan website. Terima kasih.

Ikuti kami juga di Google News Publisher untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru dari gawai Anda.

#KonversiBisnisSyariah, #ArtikelUstadzFauzanAl-Banjari, Standarisasi Syariah, Ekonomi dan Keuangan