Skip to main content
Ilustrasi orang muslim yang Berjabat Tangan

Akad Bisnis Syariah: Pengertian, Syarat, Rukun dan Implikasinya (2/2)

Berikut lanjutan pembahasan muamalah islam, dengan tema akad bisnis syariah yang mencakup pengertian, syarat dan rukun, serta implikasi status hukumnya (Bagian 2 dari 2 tulisan):

DAFTAR ISI 

Iklan Afiliasi

Akad Bisnis Syariah

Syarat Akad Bisnis Syariah

Syarat merupakan suatu perkara yang dengan tidak ada (keberadaan)nya dipastikan tidak akan ada masyrut (perkara yang disyaratkan); tetapi dengan keberadaannya tidak otomatis (harus) ada masyrut.

Contohnya tidak ada sholat (masyrut) tanpa wudhu (syarat), tetapi bisa jadi ada wudhu (syarat) namun tidak ada sholat (masyrut). Begitupula tidak ada zakat pada harta yang sudah mencapai nishab (takaran tertentu) tanpa datangnya haul (lama periode).

Namun, kadangkala datang haul namun tidak ada kewajiban zakat harta, karena berubahnya nishab, atau adanya utang, atau karena ada hal lainnya.

Jadi adanya syarat tidak memastikan (otomatis) adanya masyrut, tetapi tidak adanya syarat memastikan (otomatis) tidak akan ada masyrut.

Dalam perkara akad maka terdapat dua jenis syarat:

  1. Syarat-syarat umum yang wajib terpenuhi pada semua jenis akad, disebut syarat in’iqâd. Tanpanya akad dipandang tidak pernah terjadi atau
    berstatus batil.
  2. Syarat-syarat spesifik, yaitu syarat yang keberadaannya hanya ada pada sebagian akad, sementara di dalam akad yang lain tidak ada.

Iklan Afiliasi

Syarat-syarat in’iqâd pada akad:

Kelayakan dua pihak yang berakad

Pihak yang berakad harus memiliki sifat yang ditetapkan oleh syariah untuk melangsungkan akad. Syaratnya adalah mumayyiz (mampu membedakan benar dan salah) danmemiliki legalitas untuk melakukan akad yaitu memiliki kewenangan syariah atas suatu barang atau manfaat (jasa).

Kewenangan syariah yang dimaksud seperti pemilik barang atau manfaat atau diberikan kewenangan oleh pemilik barang atau manfaat (jasa) tersebut. Oleh karenanya, akad yang dilakukan oleh orang gila (hilang akal), orang mabuk dan anak kecil yang belum mumayyiztidak dipandang terjadi.

Begitu pula akad orang yang tidak memiliki kewenangan syariah terhadap barang atau manfaat tidak dipandang ada.

Kapasitas obyek akad bagi hukum akad

Harta yang telah diwakafkan terhalang dari kepemilikan maupun proses pemindahaan kepemilikan, sehingga jual-beli atas harta wakaf itu tidak boleh terjadi (tidak dianggap terjadi). Akad jual-beli pada bangkai tidak diperbolehkan karena bangkai dalam pandangan syariat tidak termasuk harta.

Akad gadai (rahn) dengan barang agunan makanan yang disiapkan untuk dimakan tidak dapat terjadi karena makanan itu dengan cepat akan rusak sehingga tidak memiliki kapasitas sebagai barang agunan (sesuatu yang tidak cepat rusak ketika disimpan).

Bukan termasuk jenis-jenis akad yang dilarang oleh nash syariah.

Contohnya: kontrak kerja atas perbuatan maksiat. Kontrak kerja ini tidak berlaku. Contoh lain dalam masalah jual beli, akad dalam bay’ al-mulâmasah (jual beli dengan akad rabaan terhadap barang) dan al-munâbadzah (jual-beli dengan cara melemparkan pakaian) adalah tidak berlaku, karena Rasulullah SAW pernah melarangnya.

Akad harus memenuhi syarat-syarat spesifiknya.

Contohnya: saksi dalam akad nikah. Persaksian adalah syarat in’iqâd pada akad nikah dan tidak pada akad yang lain.

Begitu juga pada akad-akad al-‘ayniyah (mengenai zat barang) juga dianggap tidak berlaku kecuali dengan penyerahan zat barang (harta)nya seperti yang terjadi pada jual-beli, harta hibah pada akad hibah, dan harta yang diagunkan pada akad agunan (rahn).

Secara spesifik pembahasan poin keempat ini akan disebutkan pada masing-masing akad yang terdapat dalam bab ini.

Akad itu berfaedah

Akad seorang suami dengan isterinya untuk mempekerjakan isterinya guna melakukan pengurusan dan pengaturan rumah tidak berlaku. Sebab, mengurus dan mengatur rumah telah diwajibkan oleh syariah atas isteri menurut kemampuannya tanpa perlu diakadkan.

Demikian juga seandainya terjadi akad dengan mendapatkan kompensasi berupa tindakan untuk menjauhi perbuatan kriminal. Akad yang demikian batil dan tidak berhak memperoleh kompensasi. Sebab, secara syar’i memang perbuatan kriminal wajib dijauhi.

Ijab tetap sah sampai terjadi qabul

Yaitu kondisi penerimaan kedua pihak yang berakad terhadap negosiasi akad. Karena itu, ijab diabaikan jika majelis akan bubar sebelum terjadi qabul dengan berpisahnya kedua pihak atau salah satu pihak menolak. Misal: seseorang berdiri menolak atau ia melakukan aktivitas lain.

Dikecualikan dalam ketentuan ini, qabul dari orang yang menerima wasiat. Qabul atau penolakannya disyaratkan harus terjadi setelah kematian orang yang memberikan wasiat. Penerimaan dan penolakannya sebelum kematian itu tidak dianggap ada.

Demikian juga dalam perkara wakalah dan wakaf, jika seseorang mewakilkan kepada seseorang yang tidak ada di tempat (ghaib), atau mewakafkan kepada orang yang tidak berada ditempat, maka mejelisnya dianggap terjadi ketika wakil atau orang yang menerima wakaf itu mengetahuinya.

Jika wakil atau orang yang menerima wakaf itu tidak menolaknya maka akad wakalah dan wakaf itu terjadi.

Kesatuan majelis akad.

Penarikan orang yang menyatakan ijab atas ijab (penawaran)nya sebelum pihak lain menerimanya (menyatakan qabul) dianggap telah membatalkan akad, sehingga akad tersebut dianggap tidak pernah terjadi.

Inilah syarat-syarat in’iqâd secara umum yang wajib terpenuhi pada setiap akad. Jika tidak terpenuhi salah satunya saja pada suatu akad maka akad tersebut tidak berlaku. Meski deskripsinya ada secara terindera, akad tersebut tetap dinilai batil.

IMPLIKASI RUKUN DAN SYARAT AKAD TERHADAP STATUS HUKUM AKAD BISNIS

AKAD BATIL (TIDAK SAH)

Al-Buthlan (batil) adalah lawan dari ash-shihah (sah/absah), yaitu ketidaksesuaian dengan ketentuan Asy-Syâri. Maksud dari batil adalah tidak adanya penetapan implikasi perbuatan di dunia dan adanya penetapan sanksi di akhirat. Maknanya perbuatan itu tidak berpahala, tidak menggugurkan tanggungan dan tidak menggugurkan kewajiban.

Penyebabnya adalah karena adanya cacat terhadap pokok akad (zat akad atau tidak terpenuhinya salah satu rukun aqad dan syarat in’iqad dari akad). Implikasinya berdosa dan akad sama sekali dianggap tidak pernah terjadi. Sehingga akad wajib diulang sesuai syariah agar menjadi sah atau di-fasakh (di
batalkan).

Iklan Afiliasi

Contoh Akad Batil

Contoh akad batil karena larangan terhadap zat akad: dua jenis akad yang memberikan konsekuensi hukum masing-masing digabung dalam 1 akad (shafqatain fi shafqatin) dan Syarikah Musahamah (perseroan terbatas). Akan dijelaskan lebih detail pada pembahasan Jenis-jenis Akad yang diharamkan.

Contoh akad batil karena tidak terpenuhinya rukun akad atau syarat in’iqad akad:

  1. Bay’ al-Madhamin (sperma yang ada pada sulbi hewan jantan),
  2. Bay’ al-Malaqih (janin hewan yang masih ada di dalam perut induknya),
  3. Bay’ al_laban fi adh-Dhar’ (susu yang masih diambingnya),
  4. Jual beli wol yang msh melekat pada bulu domba,
  5. Bay’ al-Muhaqalah(gandum yang masih di bulirnya).

Lebih detailnya akan dijelaskan pada bagian akad jual beli.

AKAD FASAD (RUSAK/CACAT)

Fasad (rusak) adalah apa saja yang pada asalnya tidak memenuhi ketentuan Asy-Syâri, tetapi sifatnya tidak terkait dengan pokok (substansi) akad. Fasad tidak terdapat dalam perkara ibadah. Fasad hanya terdapat dalam perkara muamalah saja.

Penyebabnya adalah karena adanya cacat terhadap suatu sifat yang ada diluar pokok akad (zat akad atau rukun akadnya), antara lain karena majhul (ketidakjelasan), gharar (penyesatan atau penipuan), dan ikrah (paksaan).

Implikasinya akad tetap sah namun haram (larangan) untuk dilakukan karena adanya kekurangan dalam akad. Jika telah terjadi kedua belah pihak boleh mem-fasakh-nya, atau hanya menghilangkan fasadnya saja.

Jika tetap dijalankan maka para pelaku akadnya dianggap melakukan kemaksiatan dan berdosa sampai mereka menghilangkan fasadnya atau membatalkan akadnya.

Contoh Akad Fasad

  1. Contoh Majhul: Jual beli seperti jual beli si Fulan. Maksudnya adalah melakukan jual-beli dengan harga seperti harga si fulan tanpa menyebutkan nominal harganya. Disini fasad terjadi karena ketidakjelasan harga, padahal harga adalah syarat bagi jual beli. Jika disebutkan harganya maka fasadnya menjadi hilang.
  2. Contoh Gharar: seseorang menjual seekor sapi dan menjanjikan sapi itu harus menghasilkan susu sekian liter. Seseorang menjual domba dengan menjanjikan domba itu akanmengandung (hamil) anak jantan.
  3. Contoh Ikrah: seseorang memaksa orang lain -dengan ancaman akan dibunuh, dipenjara, atau dipukul dengan menyakitkan- agar menjual mobilnya kepada orang tersebut.

Wallahu a'lam bishshowaab.

Sumber: ebook Akad Bisnis Syariah oleh Ustadz Fauzan Al Banjari


RuangMuamalah.id didukung oleh pembaca. Kami dapat memperoleh komisi afiliasi ketika Anda membeli melalui tautan di situs web kami. Komisi afiliasi ini kami gunakan untuk pengelolaan website dan perpanjangan sewa domain serta hosting. Jazakallah khoir.


 

 

#KonversiBisnisSyariah, #ArtikelUstadzFauzanAl-Banjari, Akad Bisnis Syariah