Skip to main content
Ilustrasi Kontes dan Kontestasi

Seputar Ji’alah: Pengertian, Hukum, Rukun, dan Ketentuannya

Berikut pembahasan seputar Ji'alah, yang mencakup tentang pengertiannya, hukum Islamnya, rukunnya, dan ketentuannya:

DAFTAR ISI

Iklan Afiliasi

Pengertian Ji’alah

Ji'alah, yaitu suatu janji memberikan kompensasi materi (harta) yang tertentu untuk suatu perbuatan (jasa) tertentu. Ji’alah bukanlah bentuk akad untuk dua pihak, artinya ia merupakan janji dari satu pihak saja, tanpa terikat dengan persetujuan dari pihak lain.

Dalam fiqih muamalah, ji’alah dimasukkan ke dalam transaksi non akad.

Contoh ji'alah misalkan seseorang mengumumkan kepada publik, "Barangsiapa dapat mengembalikan ijazahku yang hilang, saya beri uang Rp 5 juta".

Ji'alah sebagaimana boleh ditujukan kepada publik, juga boleh ditujukan untuk orang atau pihak tertentu. Misalkan seorang bapak berkata kepada anaknya,"Jika kamu dapat menghapal 1 juz al-Qur`an, kamu saya beri Rp 1 juta".

Hukum Ji’alah

Hukum Ji’alah menurut kebanyakan ulama adalah mubah. Adanya ji’alah bermula dari firman Allah sebagai berikut :

Penyeru-penyeru itu berkata “Kami kehilangan piala raja dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat beban) unta, dan aku menjamin terhadapnya“ (TQS. Yusuf [12]: 72)

Selain itu Rasulullah SAW membolehkan pengambilan upah atas pengobatan dengan mempergunakan Fatihah.

Iklan Afiliasi

Rukun Ji’alah

Rukun Ji’alah sebagai berikut :

  1. Lafadz Sayembara Yang Jelas. Misalnya: “Barang siapa yang menemukan kambingku akan kuberi upah Rp.100.000”. Syaratnya harus mengandung izin bagi yang akan bekerja dan tidak ditentukan waktunya.
  2. Orang yang menjanjikan upah atau yang mengeluarkan sayembara. Syaratnya orang yang mengeluarkan sayembara tidak boleh membatalkan sayembaranya jika sudah dikerjakan oleh peserta-peserta sayembara.
  3. Pekerjaan yaitu mencari barang yang hilang atau mencari orang yang tersesat dan sebagainya.
  4. Upah harus terwujud barang tertentu baik uang atau barang lainnya. Tidak disyaratkan orang yang mengeluarkan sayembara atau yang mengikutinya harus hadir sebagaimana
    tidak perlu adanya akad dalam ji’alah.

Iklan Afiliasi

Ketentuan Ji’alah

Menurut az-Zuhaili (1989) dalam ji'alah wajib memenuhi 3 (tiga) syarat:

  1. Pihak-pihak yang berji'alah wajib memiliki kecakapan bermu'amalah (ahliyyah al-tasharruf), yaitu berakal, baligh, dan rasyid (tidak sedang dalam perwalian). Jadi ji'alah tidak sah dilakukan oleh orang gila atau anak kecil.
  2. Kompensasi (materi) yang diberikan harus jelas diketahui jenis dan jumlahnya (ma'lum), di samping tentunya harus halal. Jadi tidak sah ji'alah yang tidak jelas misalnya, "Barangsiapa dapat mengembalikan ijazahku yang hilang, saya beri imbalan sepantasnya." Juga tidak sah ji'alah dengan imbalan yang haram, misalnya "Barangsiapa dapat mengembalikan SIM-ku yang hilang, saya beri sepuluh botol minuman keras."
  3. Aktivitas yang akan diberi kompensasi wajib aktivitas yang mubah, bukan yang haram. Jadi tidak sah ji'alah dengan berkata,"Barangsiapa yang dapat menyantet si Fulan, akan saya kasih Rp 5 juta."

Dalam syarat ji'alah yang kedua di atas, dapat dipahami bahwa kompensasi materi hanya berasal dari satu pihak, bukan dari dua pihak.

WalLah a'lam bi ash-shawab.

Catatan Kaki

 

Sumber: eBook Ji'alah karya Ustadz Fauzan Al Banjari.

 

RuangMuamalah.id didukung oleh pembaca. Kami dapat memperoleh komisi afiliasi ketika Anda membeli melalui tautan di situs web kami. Komisi afiliasi ini kami gunakan untuk pengelolaan website. Terima kasih.

Ikuti kami juga di Google News Publisher untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru dari gawai Anda.

 

#KonversiBisnisSyariah, #ArtikelUstadzFauzanAl-Banjari, Seputar Jialah