Syirkah Mudharabah: Pengertian, Hukum, Rukun, Dan Ketentuannya
Berikut sekilas tentang kerjasama bisnis (syirkah) Mudharabah, yang mencakup pembahasan: pengertian, hukum syara', rukun, ketentuan, dan konsekuensi akadnya:
DAFTAR ISI
Pengertian Mudharabah
Syirkah mudhârabah adalah syirkah antara dua pihak dengan ketentuan satu pihak memberikan konstribusi kerja ('amal), sedangkan pihak lain memberikan konstribusi modal harta (mâl). (1)
Istilah mudhârabah dipakai oleh ulama Irak, sedangkan ulama Hijaz menyebutnya qirâdh.
Skema Syirkah Mudharabah
Contoh: A sebagai pemodal (shâhib al-mâl/ rabb al-mâl) memberikan modalnya sebesar Rp. 10 juta kepada B yang bertindak sebagai pengelola modal ('âmil/mudhârib) dalam usaha perdagangan umum (misal, usaha warung makan).
Ada dua bentuk lain sebagai variasi syirkah mudhârabah, yaitu:
- Pertama, dua pihak (misalnya, A dan B) sama-sama memberikan konstribusi modal, sementara pihak ketiga (katakanlah C) memberikan konstribusi kerja saja.
- Kedua, pihak pertama (misalnya A) memberikan konstribusi modal dan kerja sekaligus, sedangkan pihak kedua (misalnya B) hanya memberikan konstribusi modal, tanpa konstribusi kerja.
Kedua bentuk kerjasama di atas juga tergolong ke dalam syirkah mudhârabah.
Sewa Domain, Hosting, dan VPS untuk Proyek Digital Anda! Sewa Domain, Hosting, Hingga VPS untuk Proyek Digital Anda! Tingkatkan SEO Website Dengan Ribuan Weblink Bebagai Topik! Mau Hemat Biaya Transfer Antar Bank dan Isi Saldo e-Wallet?Iklan Afiliasi
Hukum Syirkah Mudharabah
Hukum syirkah mudhârabah adalah jâ'iz (boleh) berdasarkan dalil As-Sunnah (taqrîr Nabi saw.) dan Ijma Sahabat.
Al-Kasani dalam Badâi’ ash-Shanâi’ menyatakan bahwa orang-orang biasa melakukan akad mudharabah dan Nabi saw. tidak mengingkari mereka sehingga hal itu merupakan persetujuan (taqrîr) dari Nabi atas kebolehan mudharabah.
Ad-Daraquthni meriwayatkan bahwa Hakim bin Hizam juga menyerahkan harta sebagai mudharabah dan mensyaratkan seperti syarat al-‘Abbas.
Al-Baihaqi meriwayatkan dari al-‘Ala’ bin Abdurrahman bin Ya’qub dari bapaknya dari kakeknya bahwa Utsman memberikan harta secara mudharabah.
Ibn Abi Syaibah meriwayatkan dari Abdullah bin Humaid dari bapaknya dari kakeknya bahwa Umar ra. pernah menyerahkan harta anak yatim secara mudharabah.
Imam asy-Syaukani dalam Nayl al-Awthar, setelah memaparkan sejumlah atsar itu, menyatakan,
“Atsar-atsar ini menunjukkan bahwa mudharabah dilakukan oleh para Sahabat tanpa ada seorang pun yang mengingkari sehingga hal itu menjadi ijmak mereka bahwa mudharabah adalah boleh.”
Ibn al-Mundzir di dalam Al-Ijmâ’ menyatakan,
“Para ahli ilmu telah berijmak atas kebolehan mudharabah secara keseluruhan.”
Rukun Mudharabah
Rukun akad mudharabah ada tiga, yaitu:
- Pertama: dua pihak yang berakad.
- Kedua: ash-shighat, yaitu ijab dan qabul.
- Ketiga: obyek akad (al-ma’qûd ‘alayh), yaitu amal (aktivitas), modal dan keuntungan.
Ketentuan Mudharabah
Akad mudharabah hanya sah dilakukan oleh mereka yang secara syar’i sah melakukan tasharruf, yaitu:
- orang yang berakal,
- baligh dan
- tidak sedang di-hijr (2)
Dua pihak yang berakad (al-‘âqidân) yang dimaksud bukan jumlahnya harus dua orang, melainkan dua pihak itu adalah satu pihak yang menjadi mûjib (menyampaikan ijab/ajakan) dan pihak yang menyampaikan qabul.
Ash-Shighat atau ijab dan qabul harus dilakukan terpaut antara ijab dan qabulnya atau harus dalam satu majelis akad.
Di dalam ijab-qabul ini harus jelas andil dari masing-masing syarik (mitra), artinya harus jelas siapa yang menjadi mudharib (pengelola) dan siapa yang menjadi pemodal.
Obyek akad (al-ma’qûd ‘alayh) mudharabah yaitu al-‘amal, ra’sal-mâl (modal) dan ar-ribhu (laba). Terkait al-‘amal, sebagai syirkah maka dalam mudharabah harus jelas aktivitas bisnis yang diakadkan.
Harus dipahami dengan jelas batasan aktivitas yang termasuk dalam cakupan bisnis dalam syirkah itu, atau yang menjadi cakupan aktivitas mudharib (pengelola).
Kejelasan ini penting sehingga semua pihak dapat menakar andil al-‘amal itu dalam bisnis dan hasilnya.
Hal itu bisa menjadi pertimbangan penting untuk membuat kesepakatan tentang pembagian laba.
Kejelasan itu juga penting untuk menentukan batasan pekerjaan yang masih dalam cakupan aktivitas pengelolaan syirkah dan mana yang tidak.
-
Jasa Pembuatan Aplikasi Smartphone (Gawai) Android OS
-
Jasa Backlink DoFollow Berkualitas Dari Berbagai Topik
-
Pembuatan Aplikasi Berbasis Web Sistem Manajemen Sekolah
-
Jasa Pembuatan Software Desktop PC dan Laptop Microsoft Windows
Terkait ra’s al-mâl atau modal maka ada beberapa ketentuan:
- Modal haruslah ‘aynan (zat harta) dan ada pada waktu akad, tidak boleh berupa utang atau piutang yang ada di pihak lain.
- Modal hendaknya dalam bentuk dinar (emas), dirham (perak) atau uang sehingga nilai nominalnya jelas. Ketentuan ini merupakan jumhur ulama.
- Jika berupa barang, komiditi, jasa atau manfaat seperti manfaat ruko misalnya, maka para ulama berbeda pendapat tentang kebolehannya. Jika berupa barang, komoditi atau manfaat maka harus disepakati nilainya atau dinominalkan pada saat akad.
- Jumlah modal harus jelas pada saat akad syirkah. Hal ini penting untuk mengetahui besarnya laba nantinya.
- Mudharabah tidak sah kecuali modal seluruhnya diserahkan atau menjadi berada dalam kekuasaan mudharib pada saat akad syirkah. Tidak boleh ada sebagian modal yang diutang atau diserahkan kemudian. Akad mudharabah mengharuskan hal itu. Aktivitas finansial (bisnis) yang diakadkan itu dilakukan terhadap modal dan hal itu langsung berlaku sejak akad dilangsungkan sehingga modal yang diakadkan seluruhnya harus diserahkan kepada mudharib.
Sedangkan terkait ar-ribh (laba) ketentuannya adalah:
- Besarnya nisbah keuntungan yang menjadi bagian masing-masing syarik, baik pengelola maupun pemodal, harus disepakati. Besarnya nisbah laba itu bisa disepakati dengan memperhatikan porsi andil masing-masing baik tenaga maupun modal; bisa juga tanpa memperhatikan hal itu. Besarnya laba tidak boleh ditentukan nilai nominalnya, tetapi hanya berupa nisbah atau prosentase atas laba. Jika ditentukan nilai nominalnya, menurut Ibn Qudamah dalam Syarh al-Kabîr, membuat akad mudharabah itu batil.
- Kerugian finansial hanya menjadi tanggungan modal. Ali bin Abi Thalib berkata:
Kerugian itu berdasarkan harta (modal), sedangkan keuntungan berdasarkan kesepakatan mereka (para mitra) (HR. Abdurrazzaq dan Ibn Abi Syaibah) Syirkah itu mencakup wakalah dan wakil tidak menjamin dan kerugian hanya ditanggung pihak yang mewakilkan, kecuali kerugian itu karena kesengajaan wakil. Selain itu, bagian laba dan tanggungan kerugian itu mengikuti andil. Badan tidak menanggung kerugian harta, melainkan merugi tenaga, waktu dan pikiran yang dicurahkan saja. - Pembagian laba dilakukan setelah dihitung rugi-labanya dan modal disisihkan (dikembalikan ke pemodal). Untuk itu harus ditentukan periode syirkah, bisa pertransaksi, harian, mingguan, bulanan, tahunan; sesuai dengan fakta bisnis dan mempertimbangkan kemaslahatan pengelola sebab ia bisa jadi bergantung pada pembagian laba itu sebagai penghasilannya.
Haji dan Umroh Dengan Travel Amanah Sesuai Sunnah Nabi SAW! 50+ Teknik Praktis Yang Bisa Bikin Jualan Onlinemu Laris Manis Whatsapp Marketing Hack: Rahasia Praktis Punya Penghasilan Tinggi Dari WA Temukan Strategi Jitu Meningkatkan Penjualan Online Anda!Iklan Afiliasi
Konsekuensi Akad Mudharabah
Jika akad mudharabah sempurna, maka konsekuensinya hak mengelola syirkah itu hanya dimiliki oleh mudharib. Ia berhak menjalankan syirkah itu sesuai pandangan dan pendapatnya sendiri.
Pemodal tidak memiliki hak atas pengelolaan syirkah itu.
Sebab, akad mudharabah itu terjadi atas badan pengelola dan harta pemodal, bukan atas badan pemodal jadi pemodal menjadi seperti orang asing dari syirkah itu sehingga ia tidak berhak atas pengelolaan syirkah tersebut.
Namun pemodal boleh menetapkan syarat-syarat atas pengelolaan syirkah itu pada saat akad. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Kabir:
“Abbas bin Abdul Muthalib ra., jika menyerahkan harta untuk mengadakan perseroan dengan sistem mudharabah, biasanya mengajukan syarat agar pengelolanya tidak membawa harta tersebut melewati laut, tidak menyusuri lembah, atau tidak dipergunakan untuk membeli barang yang berupa benda cair, apabila mau memenuhi syarat tersebut, maka transaksi tersebut diadakan. Berita tersebut kemudian sampai kepada Rasulullah SAW dan Beliau membolehkannya.” (HR. Ath-Thabrani)
Mudharib wajib terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh shahibul maal dan tidak boleh menyalahinya sebab ia mengelola syirkah itu sesuai dengan izin sehingga ia terikat dengan izin yang diberikan.
Jika ia melanggarnya maka kerugian atas harta menjadi tanggung jawabnya.
Mudharib tidak boleh bekerja kepada syirkah yang ia kelola. Sebab, akad mudharabah itu terjadi atas badannya dan aktivitas pengelolaan syirkah itu menjadi konsekuensi dari akad tersebut.
Namun, jika pekerjaan itu di luar cakupan aktivitas, pengelolaan syirkah dan tidak mengganggu pengelolaan syirkah maka orang yang menjadi mudharib itu boleh mengerjakannya dan mendapat upah.
Misal, mengecat toko, sementara bisnis syirkah-nya adalah perdagangan. Adapun pemodal, ia boleh bekerja kepada syirkah yang ia modali itu.
Sebab, badan pemodal itu tidak menjadi obyek akad syirkah dan ia seperti orang asing dari syirkah itu.
Syirkah termasuk ‘aqd[un] jâiz[un] sehingga masing-masing boleh membatalkan akad syirkahmudharabah kapan saja. Jika salah seorang syarik meninggal maka akad syirkah itu batal.
Namun, harus diingat, akad syirkah termasuk ‘aqd[un] mustamirr[un], secara otomatis diperbaharui seiring waktu.
Jika satu periode syirkah berakhir, atau ada yang menarik diri, maka secara otomatis akad syirkah itu diperbarui untuk semua syarik yang tidak menarik diri.
WalLâh a’lam bi ash-shawâb
Catatan Kaki
- An-Nabhani, 2004: 154
- Dilarang oleh hakim untuk melakukan tasharruf, termasuk melakukan transaksi finansial
Sumber: eBook Syirkah Mudharabah oleh Ustadz Fauzan Al Banjari
RuangMuamalah.id didukung oleh pembaca. Kami dapat memperoleh komisi afiliasi ketika Anda membeli melalui tautan di situs web kami. Komisi afiliasi ini kami gunakan untuk pengelolaan website dan perpanjangan sewa domain serta hosting. Jazakallah khoir.
#KonversiBisnisSyariah, #ArtikelUstadzFauzanAl-Banjari, Kerjasama Bisnis