Skip to main content
Ilustrasi Bulan Suci Ramadhan

Mentransformasi Diri Di Bulan Suci Ramadhan (Tulisan Ke-3A)

Mari kita melanjutkan kembali sesi Ramadhan Transformatif seri ketiga yang akan membahas persoalan perubahan sifat-sifat individual selama menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Diantara sifat-sifat individu yang harus berubah menjadi lebih baik selama menjalankan puasa adalah tentang keikhlasan dalam beribadah. Ikhlas itu beramal semata karena Allah dan ridho itu kerelaan hati diatur oleh Allah.

Setiap amal perbuatan itu bergantung niat dalam hati. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

"Setiap amalan tergantung pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan niatnya. Maka barang siapa hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa hijrahnya karena dunia yang dicari-cari atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu kepada apa yang dikehendaki." (HR. Bukhari dan Muslim).

Iklan Afiliasi

Ikhlas itu dalam hati seiring dengan niat tatkala menjalankan aktivitas ibadah. Hati adalah organ penting dalam diri manusia, karena menjadi penentu aktivitasnya. Allah sungguh melihat hati setiap manusia.  Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

"Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk-bentuk kalian dan harta kalian, tetapi Dia melihat hati-hati kalian dan amal-amal kalian." (HR. Muslim)

Nilai aktivitas ibadah seorang muslim pertama-tama ditentukan oleh niat yang ikhlas karena Allah dan yang kedua ditentukan oleh sejauh mana dia mengikuti sunah-sunah Rasulullah. Niat menjadi pangkal dari aktivitas ibadah. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

"Sesungguhnya Allah menerima amal hanya dari orang yang ikhlas karena-Nya semata." (HR. Bukhari dan Muslim).

Sebaliknya, jika tak ikhlas, maka amal ibadah tidak akan diterima oleh Allah. Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

"Barang siapa yang amalnya tidak dilandasi oleh ikhlas, maka amalnya itu tidak akan diterima oleh Allah." (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

"Tiga hal yang tidak akan rusak: sedekah yang diberikan dengan tangan kanan yang tidak diketahui tangan kiri, doa orang tua yang saleh, dan amal yang dilakukan dengan ikhlas karena Allah." (HR. Tirmidzi).

Puasa Ramadhan itu mengajarkan keikhlasan, melakukan ibadah semata untuk meraih ridho Allah. Ibadah puasa Ramadhan merupakan salah satu ibadah yang bisa disebut sebagai ibadah rahasia dalam Islam.

Iklan Afiliasi

Hal ini dikarenakan puasa tidak memerlukan bentuk atau tampilan yang khusus untuk menunjukkan bahwa seseorang sedang beribadah.

Seorang muslim yang sedang berpuasa bisa saja terlihat seperti orang biasa saja, namun sebenarnya ia sedang melakukan ibadah puasa. Tidak ada satupun manusia tahu bahwa seseorang sedang berpuasa, maka disinilah pelajaran tentang keikhlasan itu.

Puasa merupakan ibadah yang hanya diketahui oleh Allah SWT dan orang yang berpuasa itu sendiri, karena ia melakukan puasa secara diam-diam tanpa perlu menunjukkan kepada orang lain.

Dengan melaksanakan kewajiban puasa Ramadhan, maka umat Islam seharusnya berubah menjadi pribadi yang lebih ikhlas dalam banyak aktivitas ibadah lainnya dan menghindari sifat buruk seperti riya.

Ikhlas adalah buah dari ketaqwaan, sementara ketaqwaan adalah buah dari keimanan. Dengan puasa Ramadhan, Allah sedang mengajarkan kepada seorang mukmin tentang keikhlasan. Jika tak ada iman dan taqwa, maka manusia tak mungkin menjalankan puasa Ramadhan.


Maka, dengan puasa Ramadhan, semestinya seorang muslim berubah menjadi lebih baik, yakni menjadi lebih ikhlas dalam menjalankan ibadah lainnya, seperti sholat, zakat, haji, sedekah, menuntut ilmu, mendidik anak, kehidupan suami istri, bekerja mencari nafkah, dan aktivitas lainnya.

Ramadhan transformatif dikatakan berhasil jika terjadi proses perubahan setiap muslim menjadi lebih baik. Proses perubahan itu terjadi disaat melaksanakan puasa Ramadhan, dan terlebih setelah usai bulan Ramadhan nanti.

Iklan Afiliasi


Kedudukan orang yang berhati ikhlas di hadapan Allah adalah mulia, namun tidaklah mudah menjadi seorang muslim yang berhati ikhlas. Keikhlasan itu membutuhkan waktu dan kesungguhan. Jika seseorang telah sampai pada martabat dan kemampuan untuk menyembunyikan segala kebaikan, maka dirinya telah memiliki sikap  ikhlas.

Ikhlas itu ibarat air yang jernih, tak ada sedikitpun noda dan kotoran di dalamnya.

Al Qurtubi berkata, "al hasan pernah ditanya tentang ikhlas dan riya,  kemudian ia menjawab, "diantara tanda keikhlasan adalah jika engkau suka menyembunyikan kebaikanmu dan tidak suka menyembunyikan kesalahanmu."

Abu Yusuf berkata, "mas'ar telah memberitahukan kepadaku dari Saad ibn Ibrahim, ia berkata, "mereka (para sahabat) menghampiri seorang laki-laki pada perang al Qadisiyah."

Laki-laki itu, kaki dan tangannya putus, ia sedang memeriksa pasukan seraya membacakan firman Allah:

"Mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah. Yaitu nabi-nabi, para shiddiqien, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang sholeh. Dan mereka itulah teman-teman yang terbaik." (TQS. An-nisa: 69)

Seseorang itu bertanya kepada laki-laki itu, "siapa engkau wahai hamba Allah." Dia menjawab, "aku adalah salah satu dari kaum Anshor." Laki-laki itu tidak mau menyebutkan namanya. Inilah contoh orang yang telah memiliki keikhlasan.

 

Bersambung ke Bagian 3B...

 

Diedit dari tulisan berjudul, "Ramadhan Transformatif (Bagian III)", 27 Maret 2023, oleh Dr. Ahmad Sastra, M.M. (Dosen Filsafat Islam).


RuangMuamalah.id didukung oleh pembaca. Kami dapat memperoleh komisi afiliasi ketika Anda membeli melalui tautan di situs web kami. Komisi afiliasi ini kami gunakan untuk pengelolaan website dan perpanjangan sewa domain serta hosting. Jazakallah khoir.


 

 

 

Artikel Ahmad Sastra, Seri Ramadhan Transformatif