Skip to main content
Ilustrasi Bulan Suci Ramadhan

Mentransformasi Diri Di Bulan Suci Ramadhan (Tulisan Ke-6A)

Alhamdulillah, bersyukur kepada Allah sedalam-dalamnya karena karunia Allahlah kita masih bisa menjalankan ibadah puasa hingga hari ke enam ini. Selamat membaca kembali Ramadhan Transformatif edisi keenam ini.

Misi dari tulisan berseri ini adalah agar di ujung Ramadhan nanti kita benar-benar telah lahir kembali sebagai seorang muslim yang telah mengalami perubahan menjadi lebih baik.

Semoga di akhir Ramadhan nanti kita benar-benar menjadi pribadi yang bertaqwa, sebagaimana tujuan Allah mewajibkan seorang mukmin berpuasa.

Kali ini kita akan membahas perubahan diri selama bulan suci Ramadhan yang berhubungan dengan diri kita dengan agama kita. Bagaimana seharusnya kita menyikapi ajaran-ajaran Islam.

Setidaknya ada empat perubahan yang mesti kita wujudkan, yakni : pemahaman, kesadaran, komitmen dan konsistensi. Mari kita bahas, satu persatu. Semoga pembaca belum bosan membaca Ramadhan Transformatif.

Iklan Afiliasi


Yang dimaksud pemahaman adalah hendaknya selama Ramadhan ini kita mengubah diri menjadi lebih rajin mempelajari ajaran dan hukum agama ini.

Berubahlah dari orang yang kurang membaca menjadi pribadi pembelajar. Dalam bahasa Al Qur’an, generasi pembelajar disebut sebagai generasi ulil albab.

Ingat, jika Allah menginginkan kebaikan kepada hambaNya, maka dipahamkanlah hamba itu tentang agama (tafaqquh fiddin).

Tafaquh fiddin adalah istilah dalam bahasa Arab yang secara harfiah diterjemahkan sebagai "memahami agama" atau "pemahaman akan ajaran agama".

Istilah ini merujuk pada proses memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang prinsip-prinsip dan ajaran Islam, serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam tradisi Islam, tafaquh fiddin dianggap sebagai aspek fundamental untuk menjadi muslim berkualitas, karena ini memungkinkan individu untuk memperdalam hubungan spiritual mereka dengan Allah dan untuk lebih baik memenuhi kewajiban agama mereka.

Ini melibatkan studi Al-Quran, Hadist (ucapan dan tindakan Nabi Muhammad), hukum Islam, sirah nabawiyah, dan sumber pengetahuan Islam lainnya.

Tafaquh fiddin tidak hanya tentang memperoleh pengetahuan, tetapi juga tentang menerapkan pengetahuan tersebut dalam praktik dan menggunakannya untuk bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

Ini adalah proses yang berkelanjutan yang membutuhkan usaha dan refleksi diri yang terus menerus. Nah, selama Ramadhan, buatlah jadual literasi. Selain mengkhatamkan Al Qur’an, hendaknya kita membaca buku-buku tentang Islam.

Terlebih bagi seorang pengemban dakwah yang diberikan amanah untuk mencerahkan dan mencerdaskan umat, maka sudah seharusnya menambah pamahaman agama ini dari semua sudut pandangnya.

Iklan Afiliasi

Sebab memasuki agama ini harus secara kaffah. Masyarakat harus memahami bagaimana konsep dan implementasi Islam kaffah ini.

"Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya." (TQS At Taubah : 122).

"Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana diciptakan, dan langit bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan." (TQS Al Ghasyiyah : 17-21)

Dua ayat di atas menunjukkan dua perkara sangat penting dalam Islam, yakni tradisi ilmu dan spirit dakwah amar ma’ruh nahi munkar.

Tujuan mendalami ilmu-ilmu agama dan tidak ikut serta berperang adalah agar dengan aktivitas tafaqquh fiddin dapat mengetahui apa yang terbaru dari hukum-hukum agama Allah dan wahyu yang diturunkan pada rasulNya, agar mereka nanti memperingatkan kaum mereka dengan ilmu yang mereka pelajari tatkala mereka kembali kepada kaumnya itu.

Dengan demikian tuntutan Islam dalam ayat ini bukan sebatas untuk menjadi ulama, ilmuwan, namun harus juga menjadi seorang pendakwah.

Mereka yang tidak ikut berjihad, tugasnya menemani Rasulullah SAW dan memperdalam ilmu agama melalui ayat-ayat Al-Quran dan ketentuan-ketentuan hukum syariat yang mereka dengar dari Rasulullah SAW.

Kemudian mereka bisa mengajarkan ilmu yang telah mereka pelajari kepada kaum mereka setelah kembali ke rumah mereka, agar mereka dapat menghindari azab dan hukuman Allah dengan cara menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Iklan Afiliasi


Tidak sebagaimana dahulu pada zaman keemasan Islam, tradisi ilmu umat Islam begitu kuat dan mendunia. Para ulama mazhab dan ilmuwan sains memiliki taraf berpikir sangat tinggi dan ditopang oleh keimanan yang meyakinkan.

Namun, ketika zaman keemasan itu tak lagi dimiliki umat Islam, kini taraf berpikir umat Islam rendah dan bahkan telah bercampur oleh virus-virus pemikiran sekuler yang gelap.

Tugas umat hari ini sungguh berat, yakni mengembalikan tradisi ilmu dan mewujudkan kembali peradaban Islam yang telah hilang.

Ibnu Khaldun dalam kitabnya Muqaddimah mengatakan, substansi peradaban Islam terletak pada ilmu. Semua peradaban besar dalam sejarah selalu diawali dengan kebangkitan tradisi ilmu.

Jika menilik tradisi pendidikan Islam sejak masa Rasulullah, ada satu fondasi dasar yang wajib dibangun lebih dulu sebelum memasukkan berbagai ilmu-ilmu modern. Dasar itu adalah ilmu Al-Quran.

Sementara makna kesadaran beragama adalah menjadikan hukum dan syariat Islam sebagai standar pemikiran dan perbuatan seorang muslim.

Kedudukan perbuatan dalam hukum Islam ada lima : wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram.

Selama Ramadhan ini teruslah meningkatkan pemahaman akan hukum-hukum Islam, agar kita semakin sadar akan pentingnya menjadikan Islam sebagai standar perbuatan.

Jangan sampai ikut orang sesat dan menyesatkan dengan menjadikan piagam PBB sebagai sumber hukum Islam.

Selama Ramadhan ini perubahnya menjadi pribadi yang lebih memiliki kesadaran hukum Islam dengan menjadikannya sebagai standar perbuatan.

 

Bersambung ke bagian 6B

 

Diedit dari tulisan berjudul, "Ramadhan Transformatif (Bagian 6)", 8 April 2023, oleh Dr. Ahmad Sastra, M.M. (Dosen Filsafat Islam).


RuangMuamalah.id didukung oleh pembaca. Kami dapat memperoleh komisi afiliasi ketika Anda membeli melalui tautan di situs web kami. Komisi afiliasi ini kami gunakan untuk pengelolaan website dan perpanjangan sewa domain serta hosting. Jazakallah khoir.


 

 

 

Artikel Ahmad Sastra, Seri Ramadhan Transformatif