Standar Syariah Pada Aspek Strategi Bauran Pemasaran: Placement
Strategi pemasaran yang paling umum dan standar digunakan oleh kebanyakan perusahaan adalah strategi bauran pemasaran (marketing mix) yang terdiri dari produk (Product), harga (Price), Saluran Penjualan (Placement), dan Promosi (Promotion). Berikut ini kami sampaikan standar-standar syariah terkait Saluran Penjualan (Placement).
DAFTAR ISI
Standar Syariah Terkait Saluran Penjualan (Place)
Untuk mempermudah penjualan, lazimnya para produsen melakukan kerjasama penjualan dengan membuat saluran distribusi produk. Saluran distribusi merupakan ujung tombak penjualan dimana produk terdistribusi pada posisi paling dekat dengan konsumen (placement).
Terdapat beberapa kebijakan terkait dengan penetapan saluran distribusi.
Sebagian perusahaan ada yang membuka perwakilan penjualan sendiri (bagian dari departemen marketingnya) untuk melakukan penjualan produk-produknya.
-
Sewa Domain, Hosting, dan VPS untuk Proyek Digital Anda!
-
Sewa Domain, Hosting, Hingga VPS untuk Proyek Digital Anda!
-
Tingkatkan SEO Website Dengan Ribuan Weblink Bebagai Topik!
-
Mau Hemat Biaya Transfer Antar Bank dan Isi Saldo e-Wallet?
Ada juga yang membuka kerjasama keagenan dengan pihak lain untuk menjadi distributor atau dealer dari produk-produknya. Bisa juga suatu perusahaan melakukan kedua kebijakan tersebut sekaigus memiliki departemen penjualan sendiri juga memiliki distributor.
Untuk tipe yang pertama, dimana saluran distribusi merupakan kepanjangan tangan dari departemen pemasarannya sendiri maka pengaturannya adalah melalui mekanisme struktur organisasi dan yang diperhatikan terkait standar syariah pada akad ijaaratul ajiir-nya.
Untuk tipe kedua, dimana saluran distribusinya merupakan kerjasama dengan pihak lain, maka pilihan kerja-sama yang dilakukan antara lain:
Agen atau Distributor Dengan Akad al-Bay’
Agen atau distributor atau dealer dapat dibentuk dengan membuka kerjasama melalui sistem jual beli secara umum. Bisa dengan jual beli tunai atau kredit dengan harga khusus bagi agen atau distributor.
Jika pilihan distribusi penjualan dengan tipe ini, maka standar syariahnya kembali kepada hukum-hukum tentang jual-beli. Seperti jual-beli kredit, istishna dan salam.
Agen atau Distributor Dengan Akad Wakalah
Agen atau distributor juga bisa dibentuk dengan sistem wakalah (perwakilan), dimana perusahaan bekerjasama dengan pihak lain untuk menjual produknya disuatu daerah dengan akad perwakilan dengan menerima ujrah (upah) tertentu dari hasil penjualan sejumlah produk.
Jika perusahaan menggunakan sistem keagenan yang seperti ini maka standar syariahnya mengikuti akad wakalah bil ujrah
Agen atau Distributor Dengan Akad Syirkah
Keagenan juga bisa dibentuk dengan kerjasama melalui sistem kepercayaan (wakalah) dengan bagi hasil tertentu yang diambil dari prosentase laba. Dalam syariah ini terkait dengan hukum syirkah, sehingga standar transaksinya mengikuti hukum syirkah dalam Islam.
Agen atau Distributor dengan Akad Samsarah
-
Jasa Pembuatan Aplikasi Smartphone (Gawai) Android OS
-
Jasa Pembuatan Hingga Kustomasi Aplikasi Berbasis Website
-
Pembuatan Aplikasi Berbasis Web Sistem Manajemen Sekolah
-
Jasa Backlink DoFollow Berkualitas Dari Berbagai Topik
Selain ketiga jenis keagenan di atas, keagenan juga bisa dibentuk dengan model broker atau makelar penjualan dengan komisi tertentu. Dimana agen/distributor hanya sebagai perantara saja antara penjual dan pembeli.
Transaksi jual beli yang terjadi tetap antara penjual dan pembeli bukan antara penjual dengan makelar atau pembeli dengan makelar. Dalam jasanya mempertemukan penjual dan pembeli ini, seorag makelar memperoleh fee atau komisi.
Jika perusahaan memilih metode keagenan seperti ini maka standar syariahnya mengikuti hukum-hukum syariah tentang pemakelaran (samsarah).
Praktek makelar (samsarah) atau mereferensikan (dalal) secara umum, hukumnya adalah boleh berdasarkan hadits Qays bin Abi Ghurzah al-Kinani, yang menyatakan:
“Kami biasa membeli beberapa wasaq di Madinah, dan biasa menyebut diri kami dengan samasirah (bentuk plural dari simsar, makelar), kemudian Rasulullah Saw keluar menghampiri kami, dan menyebut kami dengan nama yang lebih baik daripada sebutan kami. Beliau menyatakan: ‘Wahai para tujjar (bentuk plural dari tajir, pedagang), sesungguhnya jual-beli itu selalu dihinggapi kelalaian dan sesumpah, maka bersihkan dengan sedekah’." (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Al-Baihaqi)
Hanya, yang perlu dipahami adalah fakta makelar (samsarah) atau member referensi (dalal) yang dinyatakan dalam hadits Rasulullah Saw sebagaimana yang dijelaskan oleh as-Sarakhsi ketika mengemukakan hadits ini adalah:
”Simsar adalah sebutan untuk orang yang bekerja untuk orang lain dengan kompensasi (upah atau bonus). Baik untuk penjualan maupun pembelian.”
Ulama’ Mazhab Hambali, Muhammad bin Abi al-Fath, dalam kitabnya, al-Mutalli’, telah meyatakan definisi tentang makelar, yang dalam fiqih dikenal dengan samsarah, atau dalal tersebut:
“Jika (seseorang) menunjukkan dalam transaksi jual-beli; dikatakan: saya telah menunjukkan anda pada sesuatu —dengan difathah dal-nya, dalâlat(an), dan dikasrah dalnya, dilâlat(an), serta didahmmah dalnya, dulûl(an), atau dulûlat(an)—jika saya menunjukkan Anda kepadanya, yaitu jika menunjukkan pembeli kepadanya, maka orang itu adalah simsar (makelar) antara keduanya (pembeli dan penjual), dan juga disebut dalal.”
-
Gap Year With Quran: 1 Tahun Mutqin 30 Juz
-
Healing With Quran: 1 Bulan Bersama Al Quran
-
Pesantren Tahfidz SMP/SMA: 3 Tahun Mutqin 30 Juz
-
Berikan Pahala Umroh Untuk Anggota Keluarga Yang Telah Tiada!
Penjelasan yang tidak jauh berbeda juga dinyatakan oleh Ibn Mandzur, dalam Lisan al-‘Arab, yaitu:
Samsara (makelar) dalam jual-beli adalah sebutan untuk orang yang masuk di antara penjual dan pembeli sebagai perantara untuk mewujudkan jual-beli. Berkata, “Makelar penjualan dan pembelian.”
Dari batasan-batasan tentang makelar di atas, bisa disimpulkan, bahwa makelar itu dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain, yang berstatus sebagai pemilik (malik). Bukan dilakukan oleh seseorang terhadap sesama makelar yang lain.
Karena itu, memakelari makelar atau samsarah ‘ala samsarah tidak diperbolehkan.
Sebab, kedudukan makelar adalah sebagai orang tengah (mutawassith), atau orang yang mempertemukan (muslih) dua kepentingan yang berbeda; kepentingan penjual (ba’i) dan pembeli (musytari).
Jika dia menjadi penengah orang tengah (mutawassith al-mutawassith), maka statusnya tidak lagi sebagai penengah, sehingga gugurlah kedudukannya sebagai penengah (mutawassith), atau makelar (simsar). Inilah fakta makelar (samsarah) dan member referensi (dalal).
Aktivitas makelar (samsarah) atau memberikan referensi (dalal) adalah aktivitas yang hukumnya mubah, berdasarkan Sunnah Taqririyyah (sikap diam) Nabi ketika mengetahui praktik tersebut berlangsung di hadapan baginda, sebagaimana hadits dari Abu Ghurzah al-Kinani di atas.
Para ulama’ pun menjelaskan faktanya, sebagaimana yang dikemukakan di atas, dimana akad tersebut merupakan bagian dari akad terhadap jasa atau manfaat, yaitu menghubungkan antara penjual dan pembeli, sehingga transaksi jual-beli di antara keduanya bisa terlaksana.
Karena itu, orang yang melakukannya berhak mendapatkan ujrah (upah) atau ‘amulah (komisi).
Namun demikian, kebolehan tersebut harus tetap terikat dengan batasan yang telah dijelaskan di atas, yaitu sebagai orang tengah (mutawassith), atau orang yang mempertemukan (muslih) dua kepentingan yang berbeda; kepentingan penjual (ba’i) dan pembeli (musytari).
Jika tidak, maka hukum kebolehan samsarah tersebut tidak bisa diberlakukan, karena fakta hukum (manath hukm)-nya berbeda.
Wallahu a'lam bish showaab.
Bahan Rujukan
Sumber: eBook Standar Syariah Pada Aspek Pasar karya Ustadz Fauzan Al Banjari.
RuangMuamalah.id didukung oleh pembaca. Kami dapat memperoleh komisi afiliasi ketika Anda membeli melalui tautan di situs web kami. Komisi afiliasi ini kami gunakan untuk pengelolaan website. Terima kasih.
Ikuti kami juga di Google News Publisher untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru dari gawai Anda.
#KonversiBisnisSyariah, #ArtikelUstadzFauzanAl-Banjari, Standarisasi Syariah